Capella. Capella-ku.

Capella. Ya, kau Capella.  


Hari-hari berlalu dengan cepat, bukan? Ya, untukmu mungkin. Setahun ini berlalu lambat bagiku. Semua bergerak dengan perlahan hingga kepingan semua peristiwa masih terekam jelas di sini, di benakku. Tentang hari-hari lalu yang terasa melelahkan. Tentang momen-momen yang tak sempurna dan mengecewakan. Tentang semua yang sudah kita lalui dari awal yang akhirnya......menjadi serpihan. 


Bukan. Bukan bosan. Aku tidak bosan. Tidak ada yang salah dengan menunggu. Aku hanya lelah. Kita melihat sesuatu dari sisi yang berbeda, sisi yang teramat jauh perbedaan sudutnya, hingga aku sendiri pun gagal menemukan di mana titik perpotongannya. Nyaris tidak ada. 


Aku tahu kemampuanmu, aku tahu betapa pandainya kau. Betapa sempurnanya kau. Tapi tahukah kau bahwa yang aku inginkan adalah sesuatu yang jauh lebih sederhana dari semua itu? Kehadiranmu. 


Wanita mana yang tidak menyukai bunga. Atau pun coklat. Atau pun barang-barang yang cantik, berkelas dan berkilau. Hampir semua wanita menyukainya. Aku juga. Sungguh aku sangat suka dengan semua hadiahmu. Jika aku katakan aku tak suka, atau aku bilang “Ah, itu tak seberapa”, itu hanyalah caraku membuatmu berhenti merasa ke-GR-an. Bukankah aku tidak boleh terlihat terlalu menyayangimu? Aku harus pandai menyembunyikannya. Kau adalah tipe yang tidak bisa diberi hati, karena nantinya kau akan besar kepala.


Untuk semua hadiahmu, terima kasih. Tidak ada orang lain yang menghujaniku dengan bunga dan hadiah sebanyak yang kau dan ibuku berikan. Kau tahu banyak tentang apa yang aku butuhkan dan aku inginkan. Kau memberiku banyak hal yang aku suka. Tapi lebih dari semua itu, satu-satunya hal yang aku inginkan hanyalah kehadiranmu. 


Ya. Kealpaanmu di sini sudah terlalu lama. Aku butuh melihat senyuman itu. Aku butuh mendengarkan rajukanmu. Aku butuh genggaman tanganku yang hangat, yang selalu aku rindu. Sudah terlalu lama. Keberadaanmu tidak ternilai dengan apapun, tidak bisa ditukar dengan hadiah apapun.


Mungkin kau melihatku acuh? Aku memang begitu. Seperti kau baru mengenalku sehari dua hari. Ketika kau melakukan sesuatu yang membuatku kecewa, aku bisa teramat berbeda. Aku tidak akan berubah sampai kau tahu apa sebenarnya yang membuatku kecewa. Tentang saat-saat di mana kau seharusnya ada, tentang momen ketika seharusnya inisiatifmu tidak muncul terlambat, tentang aku yang berjuang ke Jogja demi......demi apa menurutmu? Demikian? Haha. Demi sesuatu yang aku pun tidak mengerti harus bagaimana menyikapinya.


Aku lebih memilih harus bertengkar dengan 10 orang lain, daripada denganmu. Bertengkar denganmu hanya akan diakhiri dengan menangis, karena segamblang apapun aku menjelaskan apa maksudku, kamu tidak akan mengerti. 


Bohong jika aku bilang tidak ada yang aku sesalkan. Yang aku sesalkan kenapa cerita ini harus berakhir begini. Bukan berakhir dengan take foto di tempat yang sama setiap tahun sampai kita tua. Bukan berakhir dengan “bola” kecil. Bukan berakhir dengan ikut glow run bersama. Sudahlah aku nanti makin sedih kalau harus mengingatnya satu per satu.... Aku hanya harus mulai dari awal (lagi). Apakah ada pilihan lain?

NB : Kau adalah Capella. Bintang paling terang dalam rasi Auriga. Kau bintang paling terang, dalam hidupku. Jika aku rindu, setidaknya aku masih bisa memandang namamu di skripsiku. Tersemat manis di sana....






Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar