Analgesik - ku.


           
        Sebelum baca ini, cuma mau menjelaskan aja ini bukan tentang promosi obat. Ini tentang bagaimana aku menggambarkan dia, seseorang-ku yang aku sayang. Aku sayang ? Salah. Sangat aku sayang, baru tepat. Mungkin beberapa dari kalian akan mengira bahwa dia penjual obat. Mungkin lainnya mengira akulah yang penjual obat. Sayangnya, kami berdua bukan penjual obat. Kalian pasti berpikir betapa-nggak-romantisnya aku menggambarkan dia dengan obat. Tunggu dulu, ceritanya belum dimulai.

           Entah apa yang ada di otakku, entah kenapa hanya ini yang terpikirkan. Sementara yang lain menggambarkan pujaannya dengan pelangi, bulan, bintang, aku menggambarkannya dengan obat. Dia bukan sekedar obat, dia analgesik-ku. 
"Analgesik adalah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. (Wikipedia)"
        Dia analgesik, karena sebelum bertemu dia, aku dalam keadaan sakit. Aku pernah mencintai seseorang, sangat mencintai, berkubang dalam rasa sakit, mempertahankan dia, sampai akhirnya setelah seluruh air mata, dia lebih memilih orang lain. Sakitnya ? Jangan tanya, sangat terasa. Sejak saat itulah, aku memaksa diri untuk sadar dan mengemasi segala atribut cintaku pada orang itu. Aku pensiun menjadi pengagum gilanya, tanpa pesangon. Lalu aku memilih sendiri, dalam waktu yang cukup lama. Bersembunyi dari dunia dan laki-laki yang datang menawarkan cinta. Aku merasa sakit itu takkan pernah hilang. Sampai dia datang, dia-ku yang sekarang, bagaikan secawan analgesik yang berbalut sayang dan ketulusan. Dia tidak sekedar menghilangkan sakit yang ada. Ia menurunkan demam di hatiku, karena setelah kejadian itu hatiku selalu panas saking bencinya. Ia juga memberiku rasa nyaman. Dia, analgesik yang ternyata begitu mujarab menghalau semua rasa sakitku yang tak kunjung menemukan obat. Dia mengubah persepsiku tentang sakit, yang kukira, takkan pernah sembuh. Dia membuatku tahu, sakitku bukan tidak mungkin sembuh. Sejatinya sakit itu pasti sembuh, dengan obat yang tepat. Ya, dia-lah obatku. Dia-lah analgesik pribadiku. Terima kasih, untukmu. Untuk semua tawa yangg sudah kamu bawa kembali dalam hidupku…


NB : Analgesikku adalah kamu, yang datang tepat setelah mantanku. Yang menyanyikanku lagu demi mengusir mimpi buruk dalam tidurku, yang menemaniku belanja ke Mirota Kampus, yang membawakanku bakwan kawi saat aku sedang sangat ingin. :)

Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar