....aku hanya tahu kau datang tanpa ku minta. Tanpa ku tunggu. Tanpa ku duga. Kau datang begitu saja, menebar tawa dan hembus angin surga. Ah, angin surga ? Berlebihankah ? Kurasa tidak. Karena kau malaikat, malaikatku yang turun dari surga.
Sebelum mengenalmu, aku menghabiskan hari-hariku bersamanya.
Iya, cinta membuat mata kadang kabur saking mabuknya. Seperti aku. Bukan, tidak kukatakan bahwa aku salah mencintai. Aku hanya merasa aku membuang waktuku untuk bersama orang yang salah. Benar-benar buang waktu, karena mencintai orang yang bahkan tidak mengerti makna cinta. Tapi bukankah tanpa ini aku tidak akan belajar ?
Samar tergambar dalam benak tentang hari-hari mendung yang ku lewati untuk mencintai dan membahagiakannya. Yang penuh dengan segala pernak pernik usaha untuk membuatnya (sekedar) tertawa. Masa dimana satu hari aku bahagia, dan beberapa hari selanjutnya hanya diisi dengan rasa lelah menghadapi manusia itu. Ya, hari bahagianya tidak sebanding dengan hari kurang bahagianya.
Lalu semua memburuk dan membuatku lebih sering bergulingan tersedu. Tumpukan tisu, menyusut air mata, adalah hal biasa yang mampir tiap hari. Namun entah karena apa (atau entah mengapa?) aku masih bertahan. Dungu, kataku pada diri sendiri. Mereka bilang bahwa ini tidak pantas. Mereka bilang sudah waktunya mengemasi segala atribut cintaku untuk makhluk itu. Herannya aku sangat bebal. Aku bertahan dalam kubangan rasa sakit yang tidak berkesudahan. Ah, betapa bodohnya.
Untunglah manusia punya rasa lelah. Ketika semua tempelan di dinding itu telah terlepas dari tempatnya, saat itu pulalah rasaku ikut lenyap. Ku remas semua potongan kenangan yang (mungkin) sudah terlalu lama menempel itu. Ku lempar semua sampah kenangan itu ke keranjang sampah, ku tinggalkan tanpa menoleh. Sudah terlalu lama aku menjadi pengagum gilanya. Aku mengajukan pensiun dini secara mendadak. Ya, aku hanya ingin pensiun dini. Mencari pekerjaan baru. Membahagiakan orang lain, karena umurku terlalu berharga disiakan, untuk sekedar bersamanya.
Entah mungkin Tuhan merasa kasihan padaku, atau memang waktunya kita dipertemukan, kau datang. Kau dengan segala hal yang sederhana. Kau yang dengan penuh minat mendengarkan aku mengoceh berjam-jam. Kau yang dengan sabar tersenyum dan bilang"Biarkan saja, nanti ada balasannya" untuk semua kekesalanku. Ya, aku mulai terbiasa dengan keberadaanmu. Aku hanya ingin kau tetap disini.
Untuk pijakan kaki yang kau bukakan dengan tanganmu, untuk segala perdebatan dimana-kita-akan-makan malam-untuk-pertama-kalinya, untuk kau yang tertawa begitu serunya mendengar semua ceritaku tentang nomor tukang makanan yang tersimpan di HP-ku, untuk jus alpukat yang (kebetulan) sama-sama kita suka, untuk pesanan air es yang tidak pernah alpa, untuk tengah malam makan mie dok-dok yang enaknya luar biasa, untuk jalanan Jogja yang sudah kita putari entah berapa kali, untuk nasi goreng bu Ita yang porsinya bukan ukuran manusia biasa, untuk bukit bintang yang kita datangi tanpa rencana; hingga aku hanya memakai sendal jepit & kedinginan disana, untuk tatapan tertegun teman-temanmu melihat kita yang lengketnya bersaing dengan amplop & perangko, untuk kau yang dengan gigih mengajakku ke pantai, untuk kau yang terdiam melihatku bete gara-gara gagal makan nasi goreng, untuk foto alay dengan kaca mata 3D, untuk macet-macetan malam minggu, untuk jajan tempura & cilok di alun-alun sambil gandengan, untuk hujan-hujanan bareng, untuk diet yang jadi hancur karena kau selalu mengajak makan, untuk lotek yang segambreng porsinya, untuk "membaca pikiran" yang selalu benar, untuk makan pasta tiga porsi, untuk belanja bersama, untuk segala jokes tentang antimo & muaknya aku melihatmu, untuk duduk-duduk di depan benteng sambil makan mendem duren, untuk balapan makan kentang goreng, untuk caramu mencubitku ketika aku bilang suka ngebut, untuk cincin yang entah bagaimana bisa begitu pas di tanganku, untuk kue ulang tahun yang enak, untuk menemaniku tidur di telpon, untuk doa tidur yang kau bacakan untukku, terima kasih. Dengan apa aku membalasnya ? (':
NB : Memang aku tak pernah sekalipun melihat sayapmu, namun aku yakin kau malaikat;yang menyamar, karena manusia biasa tidak akan mampu membuat hari-hariku seindah ini.