Dulu ku kenal rindu hanyalah sebagai kata.
Sebuah kata pendek untuk menggambarkan perpisahan yang menimbulkan rasa tidak nyaman, dengan jarak sebagai elemen utama.
Aku kira sakitnya didera rindu hanyalah mitos belaka.
Sampai aku mengenalmu, Bisma.
Berulang kali kuruntuki jarak yang teramat jauhnya.
Tiada henti kubenci perpisahan yang merenggutmu dari pandangan mata.
Lagi-lagi kusesali mengapa kita bernaung di kota yang berbeda.
Ya, sudah kurasakan sendiri, rindu memang menyiksa.
Aku kena batunya.
Bisma, Bisma, Bisma..
Tertinggal di mana sayapmu, hingga kau teramat wajarnya terlihat seperti manusia biasa?
Jujur aku ingin sekali memergoki engkau melepas sayapmu, supaya aku yakin senyum di bibirmu itu tidaklah pantas dimiliki makhluk fana.
Ya...kau terlampau sempurna.
Sejak pertemuan pertama kita di ujung senja, wajahmu dengan brutal muncul tiada henti.
Jangankan untuk menulis, memilih menu makanan pun rasanya sangat sukar aku berkonsentrasi.
Otak ini penuh sesak dengan pahatan garis rahang dan mata elokmu yang melecut imaji.
Ah...lalu aku harus bagaimana lagi?
Aku rindu senyum sempurna dari sudut bibirmu.
Aku rindu sepasang mata teduhmu yg sukses mengacaukan ritme jantungku sementara waktu.
Aku rindu hangat telapak tanganmu yg membuatku enggan melepaskannya walaupun tersipu.
Aku rindu rahang indahmu yg diukir entah dengan cara apa hingga mampu membuatku terpaku.
Intinya, aku rindu kamu.
Iya. Aku rindu.
0 komentar:
Posting Komentar